MAGDALENA, seorang wanita berusia 37 tahun. Usia yang sudah
tidak belia. Seiring berjalannya usia, muncul kemantapan hatinya untuk
menentukan jalan hidupnya yang terasa sangat disesali atas pengalamannya
selama ini. Penuturannya menambah pengalaman baru buat diriku. Setiap
orang yang datang konseling padaku, memang selalumembawa masalahnya
masing-masing. Aku berdo’a, semoga Allah Subhana Wa Ta’ala senantiasa
mencurahkan hidayah-Nya kepada setiap hamba-Nya, aamiin.
Magdalena
terlahir dari keluarga Muslim yang biasa saja. Dalam arti keluarga
Muslim yang hampir kebanyakan di Indonesia; memiliki orang tua Muslim
dan memiliki 2 orang anak. Sejak dini, sang anak sudah diikutkan ke TPA
(Tempat Pengajian Al-Quran) di sebuah kota di Jawa tengah.
Akibat
minimnya pengetahuan agama orang tuanya, akhirnya Magdalena kecil hanya
mendapatkan pendidikan agama seadanya dari TPA, tempat dia belajar
mengaji yaitu hanya cara membaca Quran.
Tanpa ada bimbingan
akidah dan dasar dasar keimanan yang kuat, maka Magdalena kecil
cenderung lebih suka bergaul dengan teman teman non Muslim. Lingkungan
tempat dia tinggal memang mayoritas non-Muslim.
Sampai pada usia
remaja, Magdalena mulai berani main ke tempat ibadat agama lain, dan
memang juga karena tidak juga dilarang oleh orang tuanya, maka dia pikir
ini boleh, bahkan ikut dalam seremoni keagamaan, sampai akhirnya hal
tersebut yang membuat dia berpikir bahwa semua agama adalah sama saja,
hal ini pun diperjelas dengan Magdalena yang mulai puber dan memiliki
pacar seorang dari non – Muslim. Dari bulan ke bulan, tahun ke tahun, ia
pun tidak terasa Magdalena sudah masuk kedalam keyakinan yang sangat
jauh dari keadaannya sebagai Muslimah.
Pada satu hari, setelah
lulus dari SMA, Magdalena memberanikan dirinya untuk berbicara dengan
orang tuanya agar mengijinkan dia untuk merubah agamanya.
Sang
ayah yang tadinya biasa saja akhirnya kaget dan tersentak dengan
pengakuan dari anaknya. Sang ayag menentang keinginan Magdalena dengan
sangat keras. Namun berkat bantuan pacarnya, Magdalena berhasil kabur
dari rumah dan menumpang di rumah pacarnya tersebut.
Dari situ,
Magdalena berubah menjadi Murtad. Sebenarnya, dia pun belum mengerti
betul apa itu arti keluar dari Islam. Semuanya dibutakan oleh cinta
mendalam kepada sang pacar.
Hari demi hari dilalui Magdalena
dalam masa pembelajarannya, yang akhirnya dia menerima pinangan dari
sang pacar untuk menjadi istrinya, dan dilakukanlah pernikahan secara
catatan sipil, tidak melalui pernikahan agama, itupun dilakukan di luar
negeri, yang katanya masih memperbolehkan pernikahan tanpa dasar agama
sama sekali, dan menikahlah mereka tahun 2006 silam, di mana Magdalena
sudah menginjak usia 32 tahun, dan dijalanilah rumah tangga barunya,
dengan agama barunya tersebut.
Namun berjalannya waktu dan
akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbukalah tabiat masing masing, dan
kejelekan yang selama pacaran tersembunyi dengan apik, mulai terkuak
dan kelihatan, yang membuat magdalena menjadi mulai bertanya Tanya
apakah ini benar jodohnya? Lalu bagaimanakah dia yang sudah menggiring
aku kepada agama dia dan membuat aku berpindah agama, kenapa sekarang
dia tidak mengajari aku lagi? Dan kemanakah jemaat jemaat agama dia yang
dulu sangat antusias waktu mengetahui aku berpindah agama dan sangat
menyemangati aku?
Sekarang, sang suami sudah mulai memainkan
tangannya untuk memukul, mabuk-mabukan, dan berani main perempuan. Iya,
karena dalam agamanya saat ini kebiasaan buruk itu tidak dilarang,
sebagaimana Islam sangat menjaga dan mengatur secara total kehidupan
manusia mulai dari bangun hingga tidur.
Di sinilah awal Magdalena
mulai mengingat kembali apa yang pernah dia pelajari dari kehidupan
orang tuanya dulu; akur tentram sampai sudah tua. Hingga suatu hari sang
suami berkata akan menceraikannya, karena dinilai sudah tidak cantik di
samping ada wanita idaman lain yang memikat hati suaminya.
Bagai
dihantam batu keras, Magdalena kehilangan pegangan dalam hidupnya. Dia
mencoba untuk mendatangi petinggi agama yang dia anut saat itu. Apa
boleh buat, lebih baik bercerai, pikirnya. Ia pun mencoba pindah tempat
ibadah demi mencari ketenangan batin hingga akhirnya dia diusir dan
harus mencari tempat kost sampai perkara cerainya diselesaikan di
pengadilan. Hal ini juga dikarenakan rumah tempatnya tinggal selama ini
adalah milik suaminya. Ia berfikir tidak ada hak untuk tinggal di san,
terlebih hak atas diri tidak diatur dalam agama yang kini dianutnya.
Terpuruk
dalam keadaan yang sangat kelam, Magdalena menjadi pribadi pemurung. Ia
kerap mengunci diri dalam kamar kostnya yang kecil dan pengap, tidak
mau makan, dan enggan bersosialisasi dengan teman kost yang lain.
Sampai
suatu hari, teman sebelah kostnya sedang mengaji, membaca ayat suci
Al-Quran, lembut dan perlahan, dan Magdalena akhirnya mencoba untuk
mendengarkan, dan hatinya perlahan lahan mulai terasa kesejukan dari
lantunan demi lantunan ayat suci Al-Quran yang dibaca oleh teman sebelah
kamarnya tersebut.
Akhirnya Magdalena memberanikan diri untuk
berkenalan dan meminta teman sebelah kamarnya tersebut untuk membacakan
ayat tersebut diulang dan diulang, dan diulang pada bagian yang sama,
Setiap
hari ditunggunya teman sebelah kamar kost nya tersebut sepulang kerja
dan dimintakan untuk membacakan ayat yang sama dan dibaca ulang sampai
akhirnya Magdalena bisa mengingatnya dan menirukannya dan membaca
sendiri, dan hafal.
Dia merasakan kelegaan yang luar biasa, Tuhan
telah mengangkat beban hidupku pikirnya, dan ini menjadi hal baru dalam
hidupnya, sebuah penyegaran terhadap kelamnya masa dia meninggalkan
Al-Quran, kelamnya dunia saat dia meninggalkan Islam, dan dirasakan
ternyata Tuhan itu tetap ada dan terus menemaninya pada saat tidak ada
satu orang pun yang memperdulikan dia, yaitu Tuhan Allah Subhana Wa
Ta’ala.
Namun Magdalena mencoba hatinya, apakah dia akan rindu
tidak pergi ke tempat ibadah agamanya sekarang dan tidak melantunkan
sepenggal ayat Quran yang dia sudah hafal, dia mencoba satu minggu tidak
ke tempat ibadah agama dia, dan juga tidak melantunkan penggalan Quran,
tidak ada hal aneh yang terjadi, hatinya biasa saja, dua minggu dia
lakukan hal yang sama.
Namun sekarang ada kegelisahan tersendiri,
hatinya selalu mengucap hafalan Quran yang dia coba untuk tidak
diucapkan dalam dua minggu terakhir, sewaktu memasuki akhir minggu
ketiga, akhirnya dia memang tidak rindu untuk ke tempat ibadahnya yang
sekarang.
Dia lebih rindu dengan sepenggal bacaan Quran yang dia
hafal, yang akhirnya membuat dia membuka komputer di warnet, mencari
tahu bagaimana Islam, bagaimana menjadi seorang Islam, dan bagaimana
hidup sebagai Muslimah. Segala kisah pelik itulah yang akhirnya
membawanya kepada Mualaf.com dan akhirnya melakukan konseling dengan
chatting lalu bertemu dengan Pembina mualaf wanita, sehingga antara
wanita akan lebih mudah untuk terbuka, dan akhirnya sampailah kepada
diriku, dan beberapa pembina lainnya.
Anda sedang membaca artikel tentang Aku Rindu Al Qur’an Setelah Aku Murtad dan anda bisa menemukan artikel Aku Rindu Al Qur’an Setelah Aku Murtad ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/aku-rindu-al-quran-setelah-aku-murtad.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Aku Rindu Al Qur’an Setelah Aku Murtad ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan