Tahanan berlabel Pink Triangle mengalami nasib yang ‘lebih buruk dan 
lebih nista’ daripada seekor anjing. (A Love to Hide, Christian Faure, 
2005)
Rosa Winkel, atau Pink Triangle, adalah badge
 yang disematkan untuk menandai tahanan gay atau laki-laki homoseksual 
di kamp konsentrasi Nazi. Antara tahun 1933-1945, sekira 100.000 orang 
homoseksual masuk tahanan di negeri yang–khususnya di Berlin–sebelum 
masa Third Reich cukup liberal dalam hal homoseksualitas. Mereka inilah 
yang diberi label segitiga merah jambu, dan mengalami penyiksaan hingga 
eksperimen keji yang dilakukan oleh tentara Nazi. Eugene Kogon dalam 
bukunya Der SS-Stat mengatakan: “Pada musim gugur 1944 … anggota 
SS-Strumbannfuhrer DR. Vaernet … muncul di Kamp Konsentrasi Buchenwald. 
Dengan izin Himmler … Vaernet memulai serangkaian eksperimen yang 
bertujuan untuk menghapus homoseksualitas. Dilakukan penanaman hormon 
sintetik pada perut bagian bawah sejumlah laki-laki untuk mengubah 
orientasi seksual mereka. 15 orang yang dijadikan kelinci percobaan … 
mati akibat operasi ini. Yang lain tewas beberapa minggu kemudian karena
 terlalu lemah.”
Homoseksualitas, sebagaimana 
sifilis dan prostitusi, adalah fenomena-fenomena yang oleh Hitler dalam 
Mein Kampf , disebut-sebut sebagai cultural degeneration 
(kemerosotan budaya). Gay tidak mendukung reproduksi dan menjaga 
kemurnian darah Aria, karena itu mereka menjadi musuh Nazi. Kebencian 
berlebihan Hitler terhadap homoseksualitas menilaskan rumor dan 
pertanyaan. Apakah Hitler sendiri seorang gay?
Jika Hitler Seorang Gay
Dalam film A Love to Hide
 yang berkisah tentang cinta dan nasib seorang gay di masa Hitler 
berkuasa, dituturkan betapa nista dan ngerinya menjadi seorang gay di 
bawah kekuasaan Hitler. Adalah Jean, pemuda tampan, baik, dan pintar, 
kesayangan keluarga yang ternyata seorang gay atau homoseks. Di masa 
remajanya, Jean sempat menjalani cinta monyet bersama seorang perempuan 
Yahudi bernama Sara. Sara sekian lama menghilang karena ditangkap 
tentara Nazi, tetapi kemudian berhasil meloloskan diri dan menemui Jean 
dalam keadaan syok dan trauma. Jean yang sudah menjadi seorang gay 
menampung Sara dan menempatkannya di rumah pasangan homoseksualnya. Jean
 juga memberikan identitas baru pada Sara sebagai seorang perempuan 
Perancis bernama Yvonne Brunner dan mempekerjakannya di tempat binatu 
milik keluarga Jean.
Sara yang masih tetap 
mencintai Jean sempat syok ketika mengetahui bahwa ternyata Jean sudah 
berubah menjadi seorang gay. Tapi perlahan ia mulai bisa menerima 
kenyataan itu dan bahkan tetap mencintai Jean dengan setulus hatinya. Ia
 bahkan mengangankan Jean bisa kembali normal atau setidaknya menjadi 
seorang biseksual sehingga mereka bisa hidup bahagia bertiga. Tapi film 
ini bukan film kisah cinta segitiga yang biasa-biasa saja. Persoalan 
yang diangkat kemudian bukanlah kisah cinta Jean atau Sara, melainkan 
tentang apa yang dialaminya Jean ketika akhirnya ditangkap polisi 
Perancis dan diserahkan pada tentara Nazi. Jean sebagai homoseksual 
ditempatkan dan dikelompokkan oleh tentara Nazi bersama tahanan lain 
yang mengenakan simbol Pink Triangle atau segitiga merah jambu di dada 
mereka.
“Tahanan berlabel Pink Triangle mengalami
 nasib yang ‘lebih buruk dan lebih nista’ daripada seekor anjing,” jelas
 seorang tahanan Pink Triangle pada Jean saat mereka dalam perjalanan 
menuju sebuah kamp konsentrasi. Pada awalnya Jean tidak mau mempercayai 
yang dikatakan tahanan itu, tapi kenyataan yang dilihat dan dialaminya 
memang membuktikan kebenaran penjelasan tahanan itu. Ketika seorang 
tahanan berlabel Pink Triangle terjatuh di tempat kerja paksa, maka 
seketika itu, detik itu juga, tentara pengawas langsung menembaknya di 
kepala. Ada juga tahanan lain yang ditelanjangi dan dibakar hidup-hidup 
di depan Jean. Semua kekejaman mengerikan itu dilakukan oleh tentara 
Nazi sambil tertawa-tawa, seolah mereka membunuh seekor anjing yang 
paling hina.
Jean yang terjebak dalam penyekapan 
mengerikan karena ulah jahat adiknya sendiri yang mencintai Sara, selalu
 berusaha melawan dan membela kekejian tentara Nazi dalam menyiksa dan 
membantai kaum homoseks. Ia tidak dibunuh karena ia orang Perancis, 
bukan gay warga Jerman atau Yahudi. Istilah yang menjadi alasan 
penahanannya adalah re-edukasi. Tapi karena keberaniannya membela 
tahanan Pink Triangle lainnya, Jean akhirnya dibuang ke kamp konsentrasi
 Dachau yang terkenal sebagai kamp konsentrasi paling keji dan 
mengerikan. Di Dachau Jean benar-benar disiksa habis-habisan dan 
dijadikan kelinci percobaan. Ia mengalami penyiksaan secara seksual dan 
juga berbagai eksperimen mengerikan yang dilakukan tentara-tentara Nazi.
 Ketika akhirnya Jean dikembalikan ke negaranya, saat kekuasaan Hitler 
berakhir, ia sudah seperti mayat hidup yang menunggu mati. Sara dan 
ayah-ibu Jean yang setia menantinya, menerima kedatangan kembali Jean 
dengan tangis pilu tanpa suara. Hanya beberapa hari bersama orang-orang 
yang mencintainya, Jean akhirnya meninggal di tengah-tengah mereka.
Dalam
 salah satu dialog antara Jean dengan adiknya saat rahasia dirinya 
terbongkar oleh sang adik, Jean berkata: “Apakah kau memilih bermata 
biru saat dilahirkan? Apakah kau memilih berambut pirang saat 
dilahirkan? Aku pun tidak memilih untuk mencintai sesama lelaki. Seperti
 itulah cinta. Kau tidak pernah tahu betapa beratnya menanggung dan 
merahasiakan cintamu karena masyarakat menistakan cintamu.” Di bagian 
lain, ketika tentara Hitler menyiksanya, mereka mengutuk dan menyumpahi 
Jean sebagai aib bagi bangsa dan negaranya. “Kau mempermalukan bangsa 
dan negaramu, Homo! Kau adalah aib besar bagi bangsamu karena itu kau 
dikirim kemari!” Lalu tentara-tentara itu menghajar dan menyiksanya 
lagi. Tapi Jean jelas tak mungkin berubah meski disiksa dan dianiaya 
sampai mati. Ia memang seorang gay, seorang lelaki yang mencintai lelaki
 lainnya sama seperti lelaki yang mencintai seorang perempuan. Seperti 
dikatakan Jean pada adiknya, ia menjadi homoseksual sama seperti 
seseorang dilahirkan dengan mata biru atau rambut pirang.
Jean
 menegaskan bahwa kondisi dirinya adalah sesuatu yang berada di luar 
kekuasaannya. Kondisi itu adalah satu keterbatasan yang diberikan pada 
dirinya tanpa bisa ditawar, sebagaimana seseorang dilahirkan tanpa bisa 
memilih kualitas-kualitas tertentu. Di era kekuasaan Hitler, argumen 
semacam ini jelas tak mungkin diterima oleh masyarakat, bangsa, dan 
negara. Yang terjadi justru sebaliknya. Menurut catatan US Memorial 
Holocaust, pada masa Hitler berkuasa, persisnya sepanjang tahun 1933 
sampai 1945, tercatat sedikitnya 100.000 orang homoseksual ditangkap dan
 disiksa di kamp-kamp konsentrasi. Dari jumlah itu, 10.000 sampai 15.000
 meninggal karena penyiksaan dan eksperimen keji yang dilakukan tentara 
Nazi. Sungguh jumlah yang sangat besar sebagai sebuah pembantaian atau 
kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Pembantaian 
terhadap kaum homoseksual dan perang Hitler melawan pelacuran adalah 
sebuah penghancuran sistematis terhadap sexology dan sekaligus merupakan
 kejahatan kemanusiaan yang sangat besar.
Entah 
apa yang merasuki Hitler sampai kebenciannya teramat sangat besar pada 
kaum homoseks dan praktik-praktik perilaku seksual lainnya yang dianggap
 tidak bermoral atau menodai bangsa. Hitler memang seorang maniak dan 
psikopat yang haus darah, tapi ini pun tidak cukup menjelaskan tindakan 
yang dilakukannya pada kaum homoseksual. Bagaimana Hitler melihat dan 
mengonsepkan perilaku homoseksual memang tak dapat dilepaskan dari 
ideologinya yang berbasiskan kebencian dan angkara pada bangsa Yahudi. 
Jika Hitler pernah sekali saja membayangkan dirinya sebagai seorang gay,
 mungkin tragedi kemanusiaan yang dialami kaum gay tidak akan dan tidak 
perlu terjadi. Atau jika Hitler ternyata sebenarnya seorang gay maka apa
 yang dilakukannya pada kaum gay mungkin merupakan sebuah cerminan 
kebencian terhadap dirinya sendiri yang tidak pernah bisa menerima 
kenyataan bahwa dirinya adalah seorang gay. Tentu saja kita tak pernah 
tahu kebenaran apa yang ada dalam sosok Hitler. Bisa saja ia biseksual 
atau memang dia heteroseksual fanatik-fundamentalis yang sangat membenci
 orientasi seks sesama jenis.
Ada begitu banyak 
kemungkinan yang bersifat personal dan sulit diungkap pada sosok Hitler,
 karena itulah sosoknya selalu menjadi kontroversi yang terus-menerus 
hidup dan menarik perhatian masyarakat dunia, bahkan hingga saat ini. 
Munculnya generasi muda sekarang yang terinspirasi dan mengidolakan 
Hitler adalah bukti betapa kontroversi, ideologi, dan gerakan Nazi yang 
dipimpin Hitler ternyata masih menyimpan potensi. Sosok Hitler secara 
fisik memang unik. Dengan perawakan yang terbilang mungil untuk ukuran 
orang Jerman, ia mampu mengguncang dunia. Kumis khas dan rambut cepak 
khas Hitler yang klimis dengan seragam militer kebesarannya sebagai 
pemimpin besar, juga tetap unik dan mampu menarik perhatian. Dari 
penampilannya yang cenderung pesolek, sebenarnya tak berlebihan juga 
bila ada kemungkinan homo atau biseksual pada diri Hitler.
Namun
 melihat apa yang dilakukannya pada kaum gay di Jerman dan sejumlah 
negara tetangganya seperti Perancis, maka jika Hitler seorang gay, ia 
mungkin adalah gay yang sakit hati, frustrasi, broken heart, dan 
akhirnya mendendam sampai ke tulang sumsum. Mungkin ia dikhianati oleh 
kekasih gay-nya pada masa muda atau bahkan pada masa ia baru saja mulai 
berkuasa. Mungkin ia pernah sangat mencintai dan terobsesi pada seorang 
lelaki yang sama sekali tak mencintainya dan selalu menolak, apa pun 
usaha yang dilakukannya. Mungkin juga Hitler adalah homo yang tak pernah
 berani mengakui dan menyatakan ke-homo-annya sehingga ia sangat 
frustrasi dan kemudian berbalik membenci kaum gay habis-habisan. Ada 
banyak kemungkinan di balik alasan Hitler membantai dan membasmi kaum 
gay sedemikian kejinya. Ironisnya, kemungkinan-kemungkinan itu justru 
lebih kuat jika ternyata 
Hitler sebenarnya adalah seorang gay. 
Mungkinkah
 hal ini benar? Mungkinkah Hitler sebenarnya seorang homoseksual? Dalam 
teori kehidupan yang sederhana saja, kemungkinan adalah sebuah keluasan 
samudera yang dalamnya tak terukur. Ini kata orang-orang bijak di 
seantero dunia. Dalam film A Love to Hide juga digambarkan bagaimana 
para perwira tinggi Jerman dalam pasukan Hitler ternyata banyak yang 
sebenarnya adalah gay atau homoseks. Salah satunya diceritakan naksir 
Jean dan menjadi backing sebuah pub khusus kaum gay di Perancis. Perwira
 ini kemudian diceritakan bunuh diri dan memicu tuduhan pada Jean 
sebagai salah satu penyebabnya. Nasib Jean di kamp konsentrasi pun 
semakin buruk karena tuduhan itu. Film ini diangkat dari kisah nyata 
yang terjadi dan dialami kaum gay yang ditangkap tentara Hitler. Ada 
kebenaran faktual yang mendasari film ini. Bisa saja kebenaran ini 
memperkuat dugaan terhadap Hitler sebagai gay. Jika tidak memperkuat 
pun, tetap saja ada kemungkinan–sekecil apa pun–Hitler adalah seorang 
homoseksual.
 Dalam sejumlah referensi dan hasil 
penelitian yang juga menjadi sumber-sumber utama buku ini, diungkapkan 
juga hal serupa. Para perwira SS, tentara khusus Nazi yang sangat kejam 
itu, ternyata banyak di antaranya adalah gay. Di bagian akhir film A 
Love to Hide, tokoh Sara yang sudah memiliki dua orang cucu, diceritakan
 berziarah di pemakaman khusus gay korban kekejaman Nazi yang telah 
dijadikan sebagai monumen khusus untuk memberi pengakuan pada hak-hak 
kaum gay yang di kamp-kamp konsentrasi pada masa Hitler diberi tanda 
Pink Triangle. Sara bersama dua orang cucunya meletakkan setangkai bunga
 untuk jean yang dimakamkan bersama para gay lainnya di pemakaman khusus
 itu. Sementara di suatu tempat yang entah di mana–mungkin di 
neraka–Hitler mungkin menyaksikan kaum gay yang berkumpul di situ dengan
 perasaan menyesal paling dalam yang bisa dimiliki seseorang. Suatu 
perasaan yang terus menghantui dan menyiksanya, melebihi siksa neraka 
apa pun. 
Anda sedang membaca artikel tentang Hitler Seorang Gay? dan anda bisa menemukan artikel Hitler Seorang Gay? ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/hitler-seorang-gay.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Hitler Seorang Gay? ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan 
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com 
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan