“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi
di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah
menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.”
(HR. Al Hakim)
Sungguh sangat miris hati ini melihat kenyataan kehidupan di
negeri Indonesia tercinta, karena wajah dan corong riba telah hadir
dimana-mana dengan mudah dan cepat menjalar ke seluruh pelosok negeri
tercinta indonesia. Benar-benar mengerikan kenyataan kehidupan sekarang
ini, pesan-pesan promosi “satu jam cair, bunga ringan,jaminkan bpkb
motor atau mobil”, “satu hari cair bunga ringan *ketentuan berlaku”,
“butuh dana cepat????? Hubungi 08xxxxx”, cash dan kredit angsuran dan
bunga ringan dan sebagainya, bisa dengan mudah kita baca
pamflet-pamflet, spanduk dan sejenisnya dipinggir jalan, di
tembok-tembok, tiang listrik atau pohon-pohon yang berjajar dari sabang
sampai merauke. Prinsip dari pesan itu adalah kemudahan mendapatkan
pinjaman, mengatasi masalah ekonomi dengan masalah baru.
Transaksi-transaksi ribawi sudah sangat mengakar dalam masyarakat di
negeri ini dan menganggapnya sebagai transaksi “biasa” yang bebas nilai
dan bebas dosa. Orang khususnya muslim dengan sangat ringan melakukan
transaksi ribawi di perbankan konvensional, lembaga keuangan
simpan-pinjam, koperasi sekolah umum dan madrasah, koperasi-koperasi RT
atau bahkan pada banyak arisan yang dikelola oknum-oknum tertentu dengan
dalih arisan motor, arisan rumah ataupun barang lainnya.
Transaksi-transaksi ini biasa menggunakan prinsip persen bunga dan ada
dikemas dengan dalih biaya administrasi, prinsip lelang dan bahkan biaya
jasa /ujrah.
Kenyataan ini sungguh sangat ironis di negeri yang katanya 88
persennya pemeluk agama mulia yang dengan tegas mengharamkan dengan
bobot yang sangat berat atas transaksi-transaksi berbasis bunga atau
riba, akan tetapi pada kenyataannya nampak jelas praktek riba subur
dimana-mana, dari desa terpencil sampai kota-kota besar, dari rakyat
jelata sampai pejabat tertinggi negara, dari pedagang gendong dan buruh
tani sampai bisnis asset triliunan rupiah, semua tidak bisa lepas dari
cengkeraman transaksi ribawi. Terlebih ironis lagi lembaga agama
tertinggi negara pun masih menggunakan lembaga keuangan konvensional
yang berbasis riba untuk transaksi maupun aliran dananya dan menggaji
para pegawainya. Padahal sudah jelas Majelis Ulama Indonesia dengan
Dewan Syariah Nasionalnya sudah mengeluarkan fatwa pengharaman bunga(
riba) diantaranya Fatwa DSN-MUI no.1 th. 2004.
Dari kenyataan tersebut, kira-kira1400 tahun yang lalu Nabi Muhammad
saw sudah melarang riba baik melalui kalam Allah yang diterima maupun
penjelasan melaui sunahnya dengan tingkat pelarangan yang sangat berat
melebihi pelarangan terhadap perilaku zina. Banyak ayat dalam alquran
dan hadits rasulullah mengenai pelarangan riba. Oleh karena itu,
materi-materi tentang muamalah syar’iyah sangat mendesak untuk
disosialisasikan kepada umat muslimin dimanapun.
Memahami Riba
Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik bin Anas mengatakan, “Aku
tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek dari riba karena Allah
Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau meninggalkan sisa
riba yaitu pada kalamnya-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” (QS. Al Baqarah: 279) Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.”
‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,
“Barangsiapa
yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan
terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan
terus menerus terjerumus.”
Secara prinsip, dasar ini harus
diketahui banyak masyarakat di sekolah-sekolah, madrasah, instansi
kantor ataupun organisasi kemasyarakatan lain yang mengelola koperasi
untuk segera mengetahui prinsip muamalah baik jual beli, simpan-pinjam
dan transaksi lainnya agar tidak terjebak kepada transaksi-transaksi
ribawi.
Pengertian Riba
Secara etimologi, riba berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). Juga riba dapat berarti bertambah dan tumbuh (zaada wa namaa).
Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba
dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran
kompensasi. Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan,
riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun
makanan, baik dalam kadar maupun waktunya. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’
(kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang
disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi
pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli
terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal
itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual
beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.
Jenis-jenis Riba
Riba terbagi menjadi empat macam; (1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadlal; (3) riba qaradl; (4) riba yadd.
Riba Nasii`ah. Riba Nasii`ah adalah tambahan yang
diambil karena penundaan pembayaran utang untuk dibayarkan pada tempo
yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi atas
keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru.
Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim; ” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]
Riba Fadl. Riba fadl adalah riba yang diambil dari
kelebihan pertukaran barang yang sejenis. Dalil pelarangannya adalah
hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim. “Emas dengan emas, perak
dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan
kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya
berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra), dalam hadits lain
“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang
dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka
(tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hal ini ada contoh perilaku barter atau menukar barang dengan
barang yang sama jenisnya dalam masyarakat kita, perilaku tersebut
banyak muncul pada saat pembagian beras raskin yang terkadang kurang
layak konsumsi ditukar dengan beras bagus dengan jumlah yang lebih
sedikit kepada pedagang beras tanpa menggunakan kaidah jual-beli yang
dihalalkan.
Riba al-Yadd. Riba yang disebabkan karena penundaan
pembayaran dalam pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, Riba yad
adalah riba yang terdapat pada jual beli tidak secara tunai karena
adanya penangguhan pembayaran. Dalam hal ini, penjual menetapkan harga
yang yang berbeda pada barang yang sama antara pembeli tunai dan pembeli
tidak tunai. Perbedaan harga inilah yang menurut sebagian ulama
termasuk riba karena adanya penambahan harga dan secara prinsip riba
yadd berbeda dengan pola transaksi bai’ al murabahah atau pembelian
dengan tempo yang penetapan harga disepakati diawal transaksi.
Riba Qardl. Riba qardl adalah meminjam uang kepada
seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus
diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini
dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits berikut ini; Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu
ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin
Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di
suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau
memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu
berupa rumput kering, gandum atau makanan ternak, maka janganlah
diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]. Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan
hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi
jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya tentunya
ini lebih dilarang lagi. Pelarangan riba qardl juga sejalan dengan
kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan (membuahkan bunga) adalah riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah).
Keterangan diatas memberikan arahan bagi kita baik nasabah pelaku
transaksi maupun praktisi lembaga keuangan syariah (baitul maal
wattamwil) untuk lebih berhati-hati dalam menerima bingkisan atau
pemberian dalam bentuk apapun, karena hal-hal besar berasal dari
kebiasaan membiarkan perilaku-perilaku kecil yang terkadang tidak jelas
dan subhat, bisa jadi itu termasuk riba qardl. Kita berlindung kepada
Allah dari hal-hal yang demikian. Wallahu a”lam bishawwab.
Akibat Perbuatan memakan riba
- 1. Memakan Riba Lebih Buruk Dosanya dari Perbuatan Zina
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Satu
dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia
mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina
sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sedemikian besar larangan syariat islam terhadap perilaku riba bahkan
dampak dari riba lebih buruk dari pada melakukan perbuatan zina sebanyak
36 kali. Na’udzubillahi min dzalik.
- 2. Dosa Memakan Riba Seperti Dosa Seseorang yang Menzinai Ibu Kandungnya Sendiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada
73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang
menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah
apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi)
- 3. Tersebarnya riba di suatu negeri menjadi sebab turunnya adzab dari Allah
Tersebarnya riba di suatu negeri jika dibiarkan terus-menerus tanpa
ada da’wah yang menyadarkan dan menyentuh ranah ini bisa menjadi sebab
turunnya adzab Allah azza wa jalla sesuai dengan yang disampaikan
Rasulullah saw : “Apabila telah marak perzinaan dan praktek
ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah
menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim)
Khotimah
Setelah kita mengetahui kenyataan bahwa sudah sedemikian berlimpah
ruah transaksi ribawi pada masyarakat di negeri ini dan dampaknya yang
mengerikan, maka tidak ada kata dan tindakan lain kecuali memulai dari
diri sendiri untuk lebih berhati-hati dalam bermuamalah, mengajak
keluarga dan orang-orang disekitar kita pindah dari transaksi ribawi
kepada transaksi-transaksi yang berbasis syariah, mengubah dari pola
pikir cepat, mudah, murah dan bunga tidak masalah kepada pola syariah
dan barakah. Dengan begitu kita sudah ikut berperan dalam penyelamatan
negeri ini dari ancaman adzab Allah ‘azza wa jalla. Wallahu a’lam
bishawwab.
Penulis : Harun santoso 08812832210
Praktisi lembaga keuangan syariah BMT Tumang Boyolali
Anda sedang membaca artikel tentang Negeri Muslim Berlimpah Riba dan anda bisa menemukan artikel Negeri Muslim Berlimpah Riba ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/negeri-muslim-berlimpah-riba.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Negeri Muslim Berlimpah Riba ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan