Perang yang dipaksakan di Serbia (kelanjutan perang Salib -red)
telah mengubah wajah Bosnia-Hezergovina. Desa Jornia Toliba, di dekat
sungai Sava dihancurluluhkan. Rumah-rumah penduduk berubah menjadi
puing-puing hangus. Pohon-pohon yang semula menghijau tinggal tinggak
kayu dengan ranting-ranting hitam. Sebuah Masjid tinggal tumpukan bata
berserakan. Serbia hanya menyisakan mimbar dan sebilah papan bertuliskan
"Muhammad, saw".
Milisi Serbia yang disebut "Chetnik" mengarahkan moncong-moncong
senjata otomatisnya ke pintu-pintu jendela Masjid ketika jama'ahnya
sedang shalat. Rentetan tembakan segera menyalak tanpa jeda ditingkahi
dentuman granat. Maka Masjid itu pun segera kehilangan bentuk. Setelah
itu, para Chetnik itu mengais-ngais reruntuk (reruntuhan) mencari-cari
mayat korbannya, lalu menuangkan arak di atas jasad-jasad yang tak lagi
utuh itu, dan menorehkan dua garis bersilangan (salib) di tubuh-tubuh
mereka.
Pada hari berikutnya, jenazah-jenazah korban pembantaian bengis itu
dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam keranda oleh orang-orang Islam yang
selamat. Seorang perempuan berdiri di samping keranda-keranda itu sambil
menangis. Semua anggota keluarganya ada di dalam keranda-keranda itu.
Semuanya lenyap dalam satu hari. Ia sendiri selamat, karena pada saat
kejadian berlangsung, ia sedang berada di desa lain.
Bagaiamanakah Chetnik-chetnik Serbia itu dapat mengenali orang-orang
Islam, padahal mereka berpakaian sama dengan etnik Serbia? Mudah saja.
Milisi Serbia itu menelanjangi orang-orang yang dicurigainya. Bila
ternyata orang itu berkhitan maka dia Muslim. Cara seperti ini mereka
lakukan di Bilina. Orang-orang yang didapati berkhitan mereka bunuh.
Mereka menorehkan dua garis bersilangan (salib) dengan pisau di
tubuh-tubuh orang Islam.
Di sebuah Masjid di Bilina, milisi mereka memilih dua orang jama'ah
Masjid itu dan menyiksanya. Setelah itu, mereka menghamburkan pelurunya
ke arah jama'ah yang lainnya. Pada hari itu, 40.000 penduduk Bilina
segera mengungsi.
Di setiap daerah yang berhasil dikuasai Serbia, didirikan kamp-kamp
tawanan wanita-wanita muda Muslimah. Kehormatan wanita Muslimah telah
dihalalkan dalam situasi perang seperti itu.
oOo
Menyaksikan pembantaian Ayah, ibu dan adik laki-lakinya di hadapan matanya
Madihah Hiyanutis, seorang Muslimah Bosnia berusia 24 tahun,
mempunyai dua saudara. Saudara perempuan berusia 22 tahun, sedangkan
yang laki-laki berusia 15 tahun. Madihah sudah dipinang anak pamannya
yang bernama Adib. Apakah yang terjadi pada gadis yang tengah menunggu
hari perkawinannya ini?
Saat itu keluarganya sudah menutup pintu rumahnya, karena ayahnya,
seorang imam Masjid, menyuruhnya demikian. Ayah Madihah mengingatkan
bahwa kelompok Chetnik mulai mengarahkan sasarannya ke daerah-daerah
yang merupakan basis Islam dan membunuh setiap laki-laki serta menawan
para wanita.
Madihah sedang berada di rumah tetangganya, ketika ia tiba-tiba
mendengar suara tembakan disusul jeritan dari arah rumahnya. Tetangganya
melarang Madihah untuk keluar rumah agar tidak menjadi korban. Milisi
Serbia memiliki daftar nama para Imam, ulama, dan pengajar
sekolah-sekolah agama. Maka alamat orangtua Madihah pun didatangi.
Ketika mereka menemukan rumah Madihah,para Chetnik itu langsung
menembaki pintu rumahnya. Mereka memperlakukan ayah Madihah dengan hina
dan keji tanpa memperdulikan jeritan ibu dan saudara-saudara Madihah.
Pada saat itu, Adib datang menghampiri rumah Madihah. Milisi Serbia pun
menangkapnya, dan mengikatnya bersama-sama ayah, ibu dan saudara
laki-laki Madihah. Setelah mereka menyeret saudara perempuan Madihah
keluar agar dapat menyaksikan nasib yang menimpa orangtuanya.
Chetnik-chetnik itu menuangkan arak ke tubuh imam Masjid itu,
kemudian menorehkan dua garis bersilangan (salib) di keningnya, dan
akhirnya membantainya. Tindakan keji yang sama juga mereka lakukan
kepada Adib, saudara laki-laki Madihah, dan terakhir ibunya. Semua ini
dilakukan di hadapan tatapan mata saudara perempuannya. Pembantaian itu
tidak sempat berlajut, karena pejuang Muslim segera datang menyerbu,
sehingga para Chetnik itu melarikan diri.
Kemalangan-kemalangan seperti yang dialami keluarga Madihah juga
dialami oleh ribuan keluarga Muslim lainnya, hanya saja kisahnya
berbeda-beda. Nuha Kamaluddin, seorang mahasiswa perguruan tinggi di
Sarajevo menyaksikan penyekapan para wanita muda di Sarajevo dan teror
di seluruh sudut kota. Di ibukota Bosnia yang porak poranda itu, Parta
Nasional Serbia membagi-bagikan brosur yang berbunyi, "Kembalilah ke
pangkuan Tuhan agar tidak terjadi perkara suci". Yang dimaksud "perkara
suci" itu adalah pembantaian.
Nuha Kamaluddin lari dari Sarajevo bersama ibunya dengan meninggalkan
ayah dan saudara laki-lakinya di kota yang tengah membara. Nuha
berangkat tengah malam bersama rombongan pengungsi. Rombongan ini
menempuh jarak yang sangat jauh melewati dataran-dataran tinggi, dengan
punggung sarat dengan tas dan kantong-kantong dan dengan diliputi
kekhawatiran terhadap penyergapan tiba-tiba dari milisi Serbia. Sebuah
perjalanan panjang, dengan deraan rasa lapar dan letih, menuju suatu
harapan yang samar-samar, tentu bukanlah perjalanan yang ringan bagi
rombongan yang terdiri dari orang-orang tua, para wanita yang
diantaranya sedang hamil dan anak-anak ini.
Beberapa jam setelah mereka meninggalkan Sarajevo, seorang wanita
yang sedang hamil mengalami pendarahan karena kelelahan yang tak
tertanggungkan. Ia segera dibantu oleh rekan-rekannya sesama wanita,
sementara dua orang anaknya yang berusia 5 dan 3 tahun menambah
kepanikan dengan tangis mereka. Beberapa jam kemudian, wanita itu
melahirkan, dan meskipun ia masih dalam keadaan teramat lemah dan letih,
ia harus segera melanjutkan perjalanan bersama rombongan, sebab menunda
perjalanan lebih lama merupakan resiko besar untuk seluruh rombongan.
Namun, baru beberapa kilometer setelah melanjutkan perjalanan, ia tak
sanggup lagi melangkahkan kaki. Ia meninggal dan dikuburkan di tengah
perjalanan. Bayi yang baru dilahirkannya dan baru beberapa saat saja
merasakan kehangatan pelukan ibunya di tengah udara dingin pegunungan
yang menggigit itu, menangis tak henti. Salah seorang wanita berusaha
untuk menyusuinya, namun bayi mungil yang dalam kondisi sangat lemah itu
menolak. Akibatnya, beberapa jam kemudian bayi itu menyusul ibunya.
Tinggallah dua orang anak almarhumah yang meratap dalam
ketidakmengertiannya.
Akhirnya, dengan sisa-sisa tenaga yang ada, rombongan pengungsi tiba
di kota Dirfanta yang dikuasai pejuang Muslim. Namun, rombongan yang
telah melakukan perjalanan jauh dalam dingin, lapar dan letih ini
disambut dengan dentuman bom Serbia. Banyak anggota rombongan yang
meninggal, diantaranya adalah salah satu dari dua anak yang baru
ditinggal mati ibunya itu.
Sisa rombongan yang masih sanggup melangkah, beringsut meninggalkan
Dirfanta. Anak yang tinggal sebatang kara, ditinggal mati ibu dan dua
orang saudaranya itu terselamatkan, meski dengan lengan luka, Ia
kemudian di rawat di rumah sakit Salafushi Barud. Bukan hanya lengannya
yang luka itu, tetapi ia telah hilang ingatan. Kalaupun ia sembuh nanti,
entah kemana ia akan melangkahkan kaki.
Beberapa organisasi misionaris bersedia membantu dan mendidik
anak-anak Bosnia yang terlantar, tetapi kemanakah saudara-saudara
seiman? Mengapakah dunia Islam bungkam? mengapa pertolongan-pertolongan,
bantuan dana dan makanan hanya datang dari organisasi-organisasi Islam
yang bersifat swasta? mengapa tidak ada yang turun ke rumah-rumah sakit
untuk menolong anak-anak Bosnia dari luka-luka yang di deritanya dan
menolong untuk menyelamatkan aqidahnya?
Banyak pertanyaan yang membingungkan. Jika bantuan nyata tak dapat
segera diberikan, do'a harus senantiasa dipanjatkan ke langit untuk
saudara-saudara kita yang sedang melancarkan jihad itu, dalam sujud,
pada waktu pagi dan petang, dan pada setiap waktu. Mereka sekarang
sedang menyusun barisan dan senantiasa siap menghadapi Serbia.
Para dokter menjadikan beberapa rumah yang tak lagi utuh sebagai
rumah-rumah sakit. Saudari-saudari kita Muslimah bertindak sebagai
perawat-perawat, baik di rumah-rumah sakit, ataupun di medan-medan
tempur. Syi'ar mereka adalah tekad untuk mendapatkan satu diantara dua
kebaikan, MENANG atau MATI SYAHID.
oOo
Disalin dari: Buku "Jihad di Bosnia" oleh Muhammad Abdul Mun'im, terbitan Yayasan Al-Mukmin JAKTIM, tahun 1992
Anda sedang membaca artikel tentang Sejarah Jihad di Bosnia dan anda bisa menemukan artikel Sejarah Jihad di Bosnia ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/sejarah-jihad-di-bosnia.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Sejarah Jihad di Bosnia ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan