islamind.com, Ada kenyataan yang amat memprihatinkan di balik peristiwa-peristiwa 
penangkapan kapal-kapal pengangkut pasir Singapura. Kasus ini bukan 
kasus baru, sudah terjadi sejak zaman awal Orde Barunya Suharto, dan 
dibiarkan oleh presiden-presiden selanjutnya hingga Susilo Bambang 
Yudhoyono berkuasa.
Selama ini Singapura memang telah dikenal sebagai tetangga yang tidak
 ramah, mau menang sendiri, dan licik. Tabiat-tabiat ini sesungguhnya 
tidak aneh jika melihat kedekatan antara Singapura dengan Zionis-Israel 
yang begitu erat sejak negara ini dilahirkan. Perdana Menteri Singapura 
pertama, David Saul Marshall, sendiri berdarah Yahudi.
Program Lee Kuan Yew
Lee Kuan Yew merupakan Bapak Singapura. Setelah memodernisasi 
sistem ketentaraan Singapura dengan mengadopsi sistem ketentaraan 
Zionis-Israel, bahkan para instrukturnya diterbangkan langsung dari Tel 
Aviv, Perdana Menteri Singapura ini membangun apartemen-apartemen di 
seantero negara kota itu. Lee menyadari bahwa dengan luas yang hanya 
sekitar 500 kilometer persegi, Singapura tidak akan mampu menampung 
semua warga negaranya dengan baik.
Untuk itulah Lee bersama para pembantunya mencari akal agar luas 
wilayah Singapura bisa bertambah dengan cepat. Akhirnya pada tahun 1976,
 Lee mengumumkan sebuah proyek besar penambahan luas wilayah Singapura 
lewat jalan reklamasi pantai-pantainya. Lee mencanangkan, gerakan 
reklamasi pantai-pantai negaranya akan terus dilakukan hingga tahun 
2030, yang berarti dilakukan selama lebih kurang 54 tahun, dan 
memerlukan pasir sebanyak 8 miliar kubik. Reklamasi pantai dipusatkan di
 pantai barat dan timur.
Wilayah-wilayah yang akan direklamasi antara lain di West Bank East 
Bank, Jurong Phase III-B, Ubin Island, Jurong Phase IV-A Tekong Island, 
Jurong Phase IV-B Changi Phase 1-A, Tuas Extention Phase 4 Changi Phase 
1-B, Jurong Phase I Changi Phase 1-C, Jurong Phase II Punggol, Southern 
Island Other Package, dan Sentosa Island.
Lalu dari mana sumber pasirnya? Dengan gampangnya Lee Kuan Yew 
memanfaatkan tabiat koruptif yang dimiliki banyak pejabat Indonesia, 
baik pejabat lokal maupun pusat, baik yang sipil maupun berseragam, 
dengan menyodorkan segepok uang lantas menggaruk pasir Riau dan 
mengangkutnya untuk menimbuni pantai-pantai Singapura.
Proyek reklamasi pantai Singapura ini telah berhasil menyelesaikan 
penambahan wilayah pantai seluas 100 kilometer persegi (Kompas, 16 Mei 
2002). Dalam rencana Singapura, setidaknya negara ini harus mereklamai 
wilayah pantainya seluas 260 kilometer persegi, sehingga tinggal 160 
kilometer persegi lagi pantai yang akan direklamasi. Untuk itu semua 
dibutuhkan timbunan pasir sebesar 1, 8 miliar meter kubik.
Menurut Harun Al-Rasyid Martohandoyo dalam disertasi doktoralnya di 
IPB (2002), dari sejumlah hasil pengamatan di lapangan, khususnya dari 
Ketua dan Sekjen Asosiasi Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut
 Indonesia (AP4LI) Eddy S Poluan dan Erma Hidayat, mereka menyatakan 
bahwa para pengusaha yang tergabung dalam d’Consortium, sebagai penyewa 
Kapal Keruk Pasir Laut asing telah melakukan pencurian pasir laut 
kemudian diekspor ke Singapura.
Eddy mengatakan para pengusaha yang tergabung dalam d’Consortium
 itu dibekingi “orang kuat” dari TNI dan dari instansi lainnya, seperti 
Bea dan Cukai. Wakil Ketua Fraksi Reformasi DPR yang juga Anggota Komisi
 V DPR-RI Ir. Afni Achmad mengatakan bahwa reklamasi di Singapura dengan
 cara mengimpor pasir laut dari Kepulauan Riau telah menimbulkan banyak 
kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi perdagangan dan 
lingkungan hidup.
Sebenarnya tidak semua ekspor pasir laut ke Singapura ilegal, ada 
juga yang legal. Tapi kenyataan di lapangan, jumlah pasir laut yang 
dikirim ke Singapura secara ilegal jauh lebih banyak ketimbang yang 
resmi.
Di luar pasir, penyelundupan aneka komoditas Indonesia ke Singapura 
sebenarnya sudah lama terjadi, sejak pra perang kemerdekaan. 
Penyelundupan Kayu, Karet, Kopra, BBM, hasil laut termasuk perikanan, 
TKW/TKI, Pasir Laut dan lain sebagainya jelas telah merugikan negara 
triliyunan rupiah tiap tahunnya, dan ini sudah berlangsung puluhan 
tahun.
Selain reklamasi, sebagian pasir itu juga dipergunakan Singapura 
untuk membangun negaranya, seperti konstruksi apartemen dan 
infrastruktur lainnya.
Selama lebih kurang 20 tahun, Singapura sebagai konsumen pasir laut 
Indonesia telah menggunakannya sebagai bahan dasar konstruksi bangunan 
gedung-gedung pencakar langit, reklamasi pantai, dan perluasan kawasan 
Bandara Internasional Changi serta kawasan Industri sekitarnya.
Hasilnya, tahun 1991 luas wilayah Singapura tercatat hanya 633 
kilometer persegi, namun pada tahun 2001 wilayah Singapura bertambah 
luas menjadi 760 kilometer persegi atau bertambah luas 20 persen dalam 
waktu sepuluh tahun!
Permintaan yang besar dari Singapura terhadap pasir laut Kepulauan 
Riau menyebabkan banyak didirikan usaha penambangan pasir, yang resmi, 
setengah resmi, maupun yang liar. Usaha ini menjamur di banyak bagian 
pantai Riau.
Pada tahun 2001 tercatat sedikitnya 140 perusahaan yang bergerak di 
bidang penambangan pasir laut. Dari 140 perusahaan penambangan, hanya 
dua yang disertai kelengkapan AMDAL. Perusahaan-perusahaan tersebut 
sebagian besar memegang izin dari Propinsi dan Kabupaten di Pemda Riau 
sejalan dengan penerapan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah 
(Otda).
Dalam masalah perizinan, sebelum berlakunya UU No. 22/1999, ekspor 
pasir laut di Kepri ditangani oleh Departemen Pertambangan sejak 
tahun1970-an dan pernah selama 2 – 3 tahun diserahkan pengelolaannya 
kepada Otorita Batam. Setelah itu diambil kembali oleh Departemen 
Pertambangan Pusat.
Sejalan dengan berlakunya UU Otda, penanganan penambangan dan ekspor 
Pasir Laut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Di kemudian hari 
terbukti, perpindahan pengelolaan dari pusat ke daerah ternyata tidak 
memiliki pengaruh signifikan bagi daerah itu sendiri. Ketika di bawah 
pusat, banyak pejabat pusat yang bermain, maka ketika daerah yang 
mengelola, keuntungannya pun hanya dinikmati pejabat daerah itu saja 
bersama dengan aparat keamanan setempat. Rakyat kecil sama sekali tidak 
mendapat apa pun.
Kelicikan Singapura, yang menjadi tempat pelarian bagi Konglomerat 
Hitam Indonesia, semakin terlihat ketika Singapura secara sepihak 
menunda melanjutkan pembahasan Perjanjian Ekstradisi dengan Indonesia 
dalam waktu yang tidak diketahui. “Sampai batas-batas teritorial 
Singapura menjadi jelas, ” ujar pemerintah Singapura. Kalimat ini sama 
saja artinya dengan “Sampai proses reklamasi pantai Singapura selesai." 
Ya, sampai wilayah kedaulatan NKRI berkurang karena wilayah Singapura 
bertambah luas. Agaknya sudah waktunya bagi kita untuk bersikap lebih 
tegas kepada ‘Basis Israel di Asia Tenggara’ ini. (Rz)
Anda sedang membaca artikel tentang Singapura Bertambah Luas dengan Curi Pasir Indonesia dan anda bisa menemukan artikel Singapura Bertambah Luas dengan Curi Pasir Indonesia ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/singapura-bertambah-luas-dengan-curi.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Singapura Bertambah Luas dengan Curi Pasir Indonesia ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan 
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com 
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan