Mungkin, sebagian di antara kita masih ada yang merasa asing dengan
nama “Barus”-sebuah kota tertua di Indonesia yang terletak di pinggir
pantai Barat Sumatera. Tapi, tahukah kita bahwa Barus merupakan
perkampungan Arab Muslim pertama di Indonesia? Dan sadarkah kita bahwa
karena ketidaktahuan kita, kita melupakannya?
Sekilas tentang Barus
Sebelum menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah,
Sumatera Utara, Barus merupakan kota Emporium dan pusat peradaban pada
abad 1 – 17 M, Barus disebut juga dengan nama lain, yaitu Fansur (1).
Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara
kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Pada
zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun, saat
Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh kerajaan Aceh
Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Kerajaan Aceh.
Lalu kenapa Barus di sebut sebagai kota tertua? Karena mengingat dari
seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut
sejak awal masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani,
Syria, Armenia, China dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang
Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad
ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera
terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang di kenal
menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan, dikisahkan pula bahwa
kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke
Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan
Fir’aun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi (2).
Berdasarkan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga
dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar
abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai,
Barus, di batu nisannya tertulis bahwa Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672
Masehi dan terdapat pula makam Syaikh Ushuluddin yang panjangnya
kira-kira 7 meter. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus
sudah ada pada era itu. (3)
Sebuah tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)
Perancis yang berkerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada
sekitar abad ke 9-12 M, Barus telah menjadi sebuah perkampungan
multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China,
Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu dan sebagainya.
Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang
usianya sudah ratusan tahun, dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di
Barus itu sangatlah makmur. (4) hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya
pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh dan sebagainya, hidup
dengan berkecukupan di kota Barus dan sekitarnya. (5)
Kapan Islam masuk ke Barus?
Masuknya cahaya Islam ke kota Barus juga tak terlepas dari peran
Banda Aceh yang rute pelayaran perniagaannya telah dikenal sejak zaman
dahulu oleh para pedagang Arab, India dan China.
Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara – terutama Sumatera dan
Jawa – dengan Cina diakui oleh sejarawan G.R Tibbetts. Tibbetts
meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dan
jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman
pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara
negeri Arab dengan nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena
kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal
pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi”.
(6)
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang
seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M – hanya berbeda 15 tahun
setelah Rasulullah saw. menerima wahyu pertama atau sembilan setengah
tahun setelah Rasulullah berdakwah secara terang-terangan kepada bangsa
Arab – di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah
perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah
Kerajaan Buddha Sriwijaya.
Disebutkan pula bahwa di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang
Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi
dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka
sudah beranak-pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai
didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam
sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan
tempat beribadah (masjid).
Selain itu, mereka juga memiliki kedudukan yang baik dan mempunyai
pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan
Buddha Sriwijaya). Bahkan, kemudian ada juga yang ikut berkuasa di
sejumlah bandar. Semakin lama, semakin banyak pula penduduk setempat
yang memeluk Islam. Bahkan, ada pula raja, adipati, atau penguasa
setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai. (7)
Bahkan, Buzurg bin Shahriyar al-Ramhurmuzi pada tahun 1000 M menulis
sebuah kitab yang menggambarkan betapa di zaman keemasan Kerajaan
Sriwijaya sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim. Perkampungan itu
berdiri di dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Hanya karena hubungan yang
teramat baik dengan dunia Islam, Sriwijaya memperbolehkan orang-orang
Islam yang sudah ada di wilayahnya sejak lama hidup dalam damai dan
memiliki perkampungannya sendiri, dimana di dalamnya berlaku syari’at
Islam. (8)
Temuan lain mengenai Barus juga diperkuat oleh Prof. Dr. HAMKA, yang
menyebutkan bahwa, seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara
pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat
kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, Hamka
menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang
sejarah masuknya agama Islam di Nusantara. Hamka juga menambahkan bahwa
temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia
Islam di Princetown University di Amerika. (9)
Perjalanan dari Sumatera sampai ke Mekkah sendiri pada abad itu
(dengan mempergunakan kapal laut dan transit lebih dulu di Tanjung
Comorin, India) konon memakan waktu 2,5-hampir 3 tahun. Jika tahun 625
dikurangi 2,5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 M lebih enam
bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan
Islam, setidaknya memerlukan waktu 5-10 tahun. Jika ini yang terjadi,
maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk
ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para sahabat
Rasulullah saw., segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu.
Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shib, sedangkan Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’,
utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 M atau 31 H
dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan
tiga kali berganti kepimimpinan. Maka dengan demikian, duta Muslim itu
datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera
pada saat kepimimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644 -656 M). hanya
berselang 20 tahun setelah Rasulullah saw. wafat (632 M). (10)
Dari bukti-bukti di atas, dapatlah dipastikan bahwa Islam telah masuk
ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat
dipaparkan sebagai berikut:
• Rasulullah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, 2,5 tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M).
• Lalu selama 3 tahun lamanya berdakwah secara diam-diam – periode Arqam bin Abil Arqam
(sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M) dan setelah itu baru
melakukan dakwah secara terbuka dari Mekkah ke seluruh Jazirah Arab.
• Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada
sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (yang disebut Barus).
Jadi, hanya 9 tahun sejak Rasulullah saw. memproklamirkan dakwah
Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah
perkampungan Islam. (11)
Inilah, yang oleh banyak sejarawan dikenal dengan Teori Mekkah.
Sehingga Teori Gujarat yang berasal dari Orientalis Snouck Hurgronje
terbantah dengan sendirinya. Dan Barus akan tetap menjadi sejarah
peradaban Islam yang tak akan terlupakan bagi siapa saja yang
mengetahuinya.
-Sarah Larasati Mantovani-
Anda sedang membaca artikel tentang Barus dan Sejarah Peradaban Islam yang Terlupakan dan anda bisa menemukan artikel Barus dan Sejarah Peradaban Islam yang Terlupakan ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/barus-dan-sejarah-peradaban-islam-yang.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Barus dan Sejarah Peradaban Islam yang Terlupakan ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan