islamind.com - Sore itu selepas menghadiri majelis ilmu, seperti biasanya aku 
langsung pulang menuju rumah. Dengan langkah gontai menyusuri jalan 
sambil berpikir tentang menu makanan yang akan ku masak sesampainya di 
rumah, untuk makan malam nanti, kebetulan adik sepupuku akan datang 
untuk bersilahturahim ke rumahku.
Saat tiba di depan rumahku dan tengah asyik dalam 
pikiranku tentang menu masakan, tiba-tiba aku di kagetkan oleh suara 
isak tangis anak perempuan di sebelah rumahku. Aku dekati suara tangis 
itu, setelah dekat ternyata yang menangis adalah Resti putrinya Pak 
Somad tetanggaku. Pak Somad adalah tetanggaku,
 beliau seorang guru ngaji dan penjual buah-buahan. Kehidupan 
keluarganya sangat sederhana, tapi satu hal yang aku salut dari keluarga
 penjual buah-buahan itu adalah meskipun kehidupan keluarganya sederhana
 tetapi rajin beribadah.
Aku pandangi Resti yang sedang menangis 
sesenggukan di teras rumahnya. Aku mencoba menyapanya “Dek Resti, ko 
menangis? ada apa?’’ Resti perlahan melihat ke wajahku, kulihat di bola 
matanya bulir-bulir air mata sambil sesekali mengalir di pipinya.
Aku bertanya sekali lagi dengan nada yang lembut “Dek Resti 
kenapa? apa yang terjadi? bapak dan ibu ke mana?’’ aku mencoba mencari 
tahu sambil aku mengamati keadaan rumah Pak Somad yang sepi.
Akhirnya Resti manjawab pertanyaanku di sela isak 
tangisnya “Kak, Bapak dan Ibu ke Rumah Sakit tadi pagi, Bapak sakit 
Kak!’ ibu sedang menunggui di sana.!”
Aku bertanya lagi “Dek, Bapak sakit apa? Kok kakak ga tahu ya kalau bapak sakit?”
“Itulah kak yang membuat Resti dan Ibu kaget, 
selama ini bapak sehat-sehat saja ternyata bapak selama ini memendam 
sendiri keluh kesahnya, padahal sebetulnya Bapak itu sakit, Bapak tidak 
mau menyusahkan kami, istri, dan anaknya” jawab Resti.
Resti berbicara lagi “Bapak tadi pingsan di dapur 
saat hendak mempersiapkan buah-buahan untuk dijual di pasar. Kami 
meminta bantuan tetangga yang lain dan akhirnya dibawa ke rumah sakit 
terdekat. Menurut dokter Bapak sakit. Yang lebih membingungkan kami dari
 mana kami mendapatkan uang untuk membayar biaya rumah sakit kak?’ untuk
 meminjam uang sebanyak itu kemana? tapi….”
Tiba-tiba Resti tidak melanjutkan kata-katanya, 
dia terdiam dalam kesedihan dan kebingungan, aku yang dari tadi terdiam 
mendengarkan dengan seksama cerita Resti jadi penasaran kelanjutan 
perkataan resti yang tiba-tiba terpotong. 
 “Tapi apa Dek Resti? kok ndak dilanjutkan ceritanya?’’
“Tapi anu Kak…, Resti berniat meminjam uang pada paman adiknya Bapak, dia hidupnya kaya dan punya usaha, mungkin saja paman bisa bantu kak, tapi paman sangat pelit kak setahu Resti, dulu saja saat ibu sakit, pernah bapak mencoba meminjam uang untuk biaya berobat ke dokter, paman ga mau kasih pinjam dengan alasan uang yang ada padanya untuk usaha, takut kurang katanya modal untuk usahanya kalau di pinjamkan pada orang lain”, jawab Resti.
“Tapi anu Kak…, Resti berniat meminjam uang pada paman adiknya Bapak, dia hidupnya kaya dan punya usaha, mungkin saja paman bisa bantu kak, tapi paman sangat pelit kak setahu Resti, dulu saja saat ibu sakit, pernah bapak mencoba meminjam uang untuk biaya berobat ke dokter, paman ga mau kasih pinjam dengan alasan uang yang ada padanya untuk usaha, takut kurang katanya modal untuk usahanya kalau di pinjamkan pada orang lain”, jawab Resti.
Astagfirullah..! kok ada ya saudara yang seperti 
itu, berpangku tangan saat saudaranya yang lain di timpa musibah 
kesusahan. Akhirnya aku mencoba menenangkan Resti bahwa aku akan 
membantu mencari jalan keluar untuk masalah keluarga Pak Somad, Bukankah
 kita di wajibkan untuk saling tolong menolong, apalagi ini tetanggaku 
yang sudah seperti keluargaku juga.
 Allah Swt. berfirman:
وَاعْبُدُوا
 اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا 
وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي 
الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ 
السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ.
Sembahlah
 Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan 
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak 
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, 
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu… (QS. An-Nisa [4]: 36)
 
Dari ceritaku tadi yang lebih membuatku terheran-heran tentang 
adiknya Pak Somad yang tidak mau membantu saudaranya sendiri, aku jadi 
teringat dengan ceramah Seorang Ustadz bahwa apabila Anda ingin menjadi 
orang yang mendapatkan rezeki melimpah maka menjadilah orang yang suka 
memberi. Apabila Anda ingin menjadi orang yang
 kaya maka jangan pelit untuk berbagi. Ini adalah kunci utama yang sudah
 bukan rahasia lagi. Sungguh, hal ini sudah dibuktikan oleh semua orang 
kaya yang bisa menikmati kekayaannya dengan bahagia dan bermanfaat bagi orang lain.
Ya, orang kaya yang bisa menikmati kekayaannya dengan bahagia adalah orang kaya yang bisa berbagi dan membantu orang lain. Orang-orang yang demikian pada awalnya juga kebanyakan mulai
 dari nol dalam mendapatkan kekayaannya. Berkat berbagi dan tidak 
keberatan untuk memberi kepada orang lain maka mereka mendapatkan 
kelimpahan rezeki. Berbeda dengan orang kaya yang tidak suka memberi, mereka akan sulit menikmati kekayaannya dengan hati yang bahagia, dan tentunya kekayaan yang di milikinya tidak membawa manfaat bagi orang lain.
Jika kita ingin kebahagiaan maka berikanlah kebahagiaan kepada orang lain, jika kita
 ingin mendapatkan perhatian dan penghargaan maka belajarlah untuk 
memberikan perhatian dan penghargaan kepada orang lain. Demikian pula 
jika Anda ingin mendapatkan kekayaan yang melimpah maka Anda harus 
membantu orang lain untuk mendapatkan kelimpahan materi atau 
datangkanlah rezeki dengan cara terus memberi sesuai dengan kemampuan 
dan tentunya dengan hati yang ikhlas.
Barangsiapa yang memberi maka ia akan menerima, demikianlah yang sesungguhnya terjadi. Untuk membuktikan kebenaran ini, cobalah perhatikan orang-orang yang suka memberi dan membantu sesama di lingkungan sekitar Anda, apakah mereka bertambah miskin dan hidupnya sengsara? Atau sebaliknya, mereka semakin kaya dan hidupnya bahagia? Tentu Anda akan semakin sepakat dengan kebenaran memberi maka akan menerima. Sungguh, tidak ada orang yang suka memberi hidupnya semakin melarat dan sengsara. Sebaliknya, orang yang suka memberi dan membantu orang lain maka hidupnya akan semakin kaya dan bahagia dengan di iringi rasa ikhlas karena Allah semata.
Pertanyaan yang sering muncul dalam diri kita ini adalah “bagaimana caranya memberi apabila untuk kebutuhan sendiri saja masih kekurangan?” Di sinilah sesungguhnya kunci pembuka dalam mengatasi kebutuhan hidup yang masih kekurangan. Justru di saat kekurangan maka segeralah menuju hidup yang berkecukupan dengan cara memberi dengan membantu orang lain. Sudah tentu, memberi yang dimaksudkan di sini adalah memberi sesuai dengan kemampuan. Apabila benar-benar tidak mempunyai materi yang dapat diberikan, seseorang dapat memberikan tenaganya, pikirannya, ucapannya yang baik, bahkan senyum yang hangat kepada orang lain. Seseorang dapat juga memberikan harapan, waktu, membantu seseorang untuk menyelesaikan masalahnya, perhatian, atau bahkan sentuhan sehingga orang lain bisa bangkit dari keterpurukan. Namun, apabila mempunyai kelebihan materi setelah memenuhi kebutuhan pokok, segeralah memberi agar rezeki segera datang, bahkan berjumlah lebih banyak/melebihi dari apa yang kita berikan kepada orang lain.
Barangsiapa yang memberi maka ia akan menerima, demikianlah yang sesungguhnya terjadi. Untuk membuktikan kebenaran ini, cobalah perhatikan orang-orang yang suka memberi dan membantu sesama di lingkungan sekitar Anda, apakah mereka bertambah miskin dan hidupnya sengsara? Atau sebaliknya, mereka semakin kaya dan hidupnya bahagia? Tentu Anda akan semakin sepakat dengan kebenaran memberi maka akan menerima. Sungguh, tidak ada orang yang suka memberi hidupnya semakin melarat dan sengsara. Sebaliknya, orang yang suka memberi dan membantu orang lain maka hidupnya akan semakin kaya dan bahagia dengan di iringi rasa ikhlas karena Allah semata.
Pertanyaan yang sering muncul dalam diri kita ini adalah “bagaimana caranya memberi apabila untuk kebutuhan sendiri saja masih kekurangan?” Di sinilah sesungguhnya kunci pembuka dalam mengatasi kebutuhan hidup yang masih kekurangan. Justru di saat kekurangan maka segeralah menuju hidup yang berkecukupan dengan cara memberi dengan membantu orang lain. Sudah tentu, memberi yang dimaksudkan di sini adalah memberi sesuai dengan kemampuan. Apabila benar-benar tidak mempunyai materi yang dapat diberikan, seseorang dapat memberikan tenaganya, pikirannya, ucapannya yang baik, bahkan senyum yang hangat kepada orang lain. Seseorang dapat juga memberikan harapan, waktu, membantu seseorang untuk menyelesaikan masalahnya, perhatian, atau bahkan sentuhan sehingga orang lain bisa bangkit dari keterpurukan. Namun, apabila mempunyai kelebihan materi setelah memenuhi kebutuhan pokok, segeralah memberi agar rezeki segera datang, bahkan berjumlah lebih banyak/melebihi dari apa yang kita berikan kepada orang lain.
Ketika kita melakukan aktivitas di luar rumah, jangan pernah lupa meniatkan diri untuk bisa memberikan sesuatu kepada orang lain yang kita temui. Pemberian
 ini bisa bermakna materi atau nonmateri. Memberi juga tidak harus 
memilih terlebih dahulu kepada orang yang kenal atau tidak kenal. Kepada
 siapa saja, hendaknya kita bisa memberikan sesuatu yang menyenangkan dan bermanfaat bagi si penerima. Bila kita bisa mempraktekkan ini, insyaAllah maka kelimpahan rezeki akan memenuhi kebahagiaan hidup kita. Kalau dalam bahasa Mario Teguh (motivator Indonesia) “lakukan saja, lalu lihatlah apa yang akan terjadi”.
Demikian pula dengan memberikan harta. Sungguh, hal ini tidak akan membuat harta berkurang, akan tetapi justru menjadi bertambah. Memberi itu ibarat pupuk bagi tanaman, keberadaannya akan membuat subur tanaman. Demikian pula dengan harta orang yang memberi maka akan semakin bertambah. InsyaAllah bisa menikmati kekayaannya dengan bahagia dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Demikian pula dengan memberikan harta. Sungguh, hal ini tidak akan membuat harta berkurang, akan tetapi justru menjadi bertambah. Memberi itu ibarat pupuk bagi tanaman, keberadaannya akan membuat subur tanaman. Demikian pula dengan harta orang yang memberi maka akan semakin bertambah. InsyaAllah bisa menikmati kekayaannya dengan bahagia dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Kisah di atas yang terjadi pada keluarga Pak Somad dan adiknya,
 pembelajaran bagi kita bahwa tolong menolong antar sesama akan membawa 
kebaikan dan kebermanfaatan bagi kita yang tentunya melakukan sesuatu 
hanya karena Allah semata.
“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karuniaNya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)
“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karuniaNya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)
Wallahu A’lam Bis-Shawab
Penulis: Ummu Ghiyas Faris – Kontributor
(zafaran/muslimahzone.com)
Anda sedang membaca artikel tentang Berbagi, Tidak Akan Rugi dan anda bisa menemukan artikel Berbagi, Tidak Akan Rugi ini dengan url http://bagiislam.blogspot.com/2013/01/berbagi-tidak-akan-menjadi-sengsara.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Berbagi, Tidak Akan Rugi ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya CariManfaat.com.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan 
klik disini untuk berlangganan GRATIS via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di CariManfaat.com 

0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah secara Cerdas. Dilarang keras untuk berkomentar iklan